Pengurus Keluarga Besar (S P S) - Telkom Aceh ( Serikat Pekerja Security ) Ketua Umum : Eka Royani - Sekretaris : Ivan Guldhi - Wakil Sekretaris : M.Suhendra - Bendahara : Muchlizar - Wakil Bendahara : Junaidi - Koorwil-I Banda aceh - Ketua : Zulbahri - sekretaris : Salman Fauzi - Koorwil-II Aceh Utara - Ketua : T.Samsul Bahri - Sekretaris : Marwan Hasyim - Koorwil-III Aceh Timur - Ketua : Musrizal syah - Sekretaris : Suhardi - Koorwil-IV Aceh Barat - Ketua : Irwanto - sekretaris : Sarwani - Anggota : Seluruh Security Telkom Aceh

Translate

Selasa, 24 Juli 2012

PUTUSAN MK TENTANG OUTSOURCING
Kemenakertrans Terbitkan Surat Edaran
jakarta  2012

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi segera menerbitkan surat edaran mengenai ketentuan penggunaan tenaga kerja alih daya (outsourcing) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Diharapkan surat edaran itu sudah bisa diterbitkan pada pekan ini.

Surat edaran ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 27/PUU-IX/2011 pada 17 Januari 2012 mengenai permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama yang terkait dengan masalah PKWT dan outsourcing yang diatur pada Pasal 59, 64, 65, dan 66 dalam UU Ketenagakerjaan tersebut.
Selanjutnya, dengan dikeluarkannya putusan MK ini, maka dipandang perlu untuk segera mengakomodasi atau mengadopsi hasil putusan ini, salah satunya dalam rumusan baru dalam peraturan dan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan, termasuk aturan perjanjian kerja dalam hubungan kerja.
Demikian diungkapkan Dirjen Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga kerja Kemnakertrans Myra M Hanartani di Jakarta, Rabu (18/1).
"Memang perlu untuk ada semacam surat edaran atau petunjuk untuk mengatur masalah outsourcing dan PKWT ini. Untuk itu, Kemenakertrans segera membuatnya untuk menjelaskan masalah ini. Bagaimanapun juga harus ada persiapan-persiapan, khususnya bagi pihak yang sekarang sudah melakukan sistem kerja yang seperti itu (outsourcing dan PKWT). Kita harus memberikan semacam guidence (arahan) agar tidak terjadi perselisihan dan juga tidak salah tafsir," katanya.
Myra menambahkan, putusan MK terkait outsourcing dan PKWT menyatakan bahwa untuk kegiatan alih daya (di luar bisnis inti) tidak bisa menggunakan PKWT. Masalah ini sudah diputuskan MK.
"Yang perlu ditekankan dalam putusan MK adalah pekerja/buruh yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi oleh konstitusi. Maka harus dipastikan bahwa hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan outsourcing tetap menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja," tutur Myra.
Dalam perjanjian kerja pelaksanaan outsourcing, menurut Myra, harus disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagaian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Terkait harus dilakukannya revisi terhadap UU Ketenagakerjaan terkait putusan MK ini, Myra menjelaskan, seharusnya memang seperti itu. Ini dikarenakan beberapa pasal dalam UU Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum, diubah atau tidak diberlakukan lagi. Padahal seharusnya memang diupayakan dituangkan dalam peraturan dan perundang-undangan.
"Mudah-mudahan semua pemangku kepentingan juga menyadari bagaimanapun ini harus dikemas dalam peraturan dan perundang-undangan yang baru. Kalau semua sudah sepakat, maka bisa masuk di prolegnas (program legislasi nasional) DPR," ucap Myra.


Tidak Kesulitan
Di tempat terpisah, putusan MK ini disambut santai oleh kalangan pengusaha di Jawa Tengah (Jateng) maupun Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Banyak pengusaha menyatakan, meski tanpa perusahaan penyedia jasa outsourcing, namun tidak bakal kesulitan mencari tenaga kerja.
"Saya sendiri belum membaca keputusan MK soal penghapusan aturan outsourcing. Tetapi, kalaupun sistem tersebut dihapus, tidak masalah bagi pengusaha," kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Agung Wahono.
Dia mengakui, selama ini sebagian pengusaha memang memperoleh tenaga kerja dari perusahaan jasa outsourcing. Namun, dengan terbitnya keputusan MK, maka pengusaha harus mencari jalan lain guna mencukupi kebutuhan tenaga kerja. Salah satunya bisa langsung dengan penandatanganan kontrak dengan pekerja. Dan, berapa lama masa kontrak, semua bergantung dari kualitas tenaga kerja.
Sebelumnya, MK memutuskan aturan untuk pekerja kontrak dan outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau bersyarat. Aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang objek kerjanya tetap ada. (Andrian/Pudyo S)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar