PUTUSAN MK TENTANG OUTSOURCING
Kemenakertrans Terbitkan Surat Edaran
jakarta 2012
JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi segera
menerbitkan surat edaran mengenai ketentuan penggunaan tenaga kerja alih
daya (outsourcing) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Diharapkan surat edaran itu sudah bisa diterbitkan pada pekan ini.
Surat edaran ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor
27/PUU-IX/2011 pada 17 Januari 2012 mengenai permohonan pengujian
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama yang
terkait dengan masalah PKWT dan outsourcing yang diatur pada Pasal 59,
64, 65, dan 66 dalam UU Ketenagakerjaan tersebut.Selanjutnya, dengan dikeluarkannya putusan MK ini, maka dipandang perlu
untuk segera mengakomodasi atau mengadopsi hasil putusan ini, salah
satunya dalam rumusan baru dalam peraturan dan perundang-undangan bidang
ketenagakerjaan, termasuk aturan perjanjian kerja dalam hubungan kerja.Demikian diungkapkan Dirjen Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga kerja Kemnakertrans Myra M Hanartani di Jakarta,
Rabu (18/1)."Memang perlu untuk ada semacam surat edaran atau petunjuk untuk
mengatur masalah outsourcing dan PKWT ini. Untuk itu, Kemenakertrans
segera membuatnya untuk menjelaskan masalah ini. Bagaimanapun juga harus
ada persiapan-persiapan, khususnya bagi pihak yang sekarang sudah
melakukan sistem kerja yang seperti itu (outsourcing dan PKWT). Kita
harus memberikan semacam guidence (arahan) agar tidak terjadi
perselisihan dan juga tidak salah tafsir," katanya.Myra menambahkan, putusan MK terkait outsourcing dan PKWT menyatakan
bahwa untuk kegiatan alih daya (di luar bisnis inti) tidak bisa
menggunakan PKWT. Masalah ini sudah diputuskan MK."Yang perlu ditekankan dalam putusan MK adalah pekerja/buruh yang
melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh
kehilangan hak-haknya yang dilindungi oleh konstitusi. Maka harus
dipastikan bahwa hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan yang
melaksanakan outsourcing tetap menjamin perlindungan dan pemenuhan
hak-hak pekerja," tutur Myra.Dalam perjanjian kerja pelaksanaan outsourcing, menurut Myra, harus
disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang
objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang
melaksanakan sebagaian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.Terkait harus dilakukannya revisi terhadap UU Ketenagakerjaan terkait
putusan MK ini, Myra menjelaskan, seharusnya memang seperti itu. Ini
dikarenakan beberapa pasal dalam UU Ketenagakerjaan tidak mempunyai
kekuatan hukum, diubah atau tidak diberlakukan lagi. Padahal seharusnya
memang diupayakan dituangkan dalam peraturan dan perundang-undangan."Mudah-mudahan semua pemangku kepentingan juga menyadari bagaimanapun
ini harus dikemas dalam peraturan dan perundang-undangan yang baru.
Kalau semua sudah sepakat, maka bisa masuk di prolegnas (program
legislasi nasional) DPR," ucap Myra.
Tidak Kesulitan
Di tempat terpisah, putusan MK ini disambut santai oleh kalangan
pengusaha di Jawa Tengah (Jateng) maupun Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Banyak pengusaha menyatakan, meski tanpa perusahaan penyedia jasa
outsourcing, namun tidak bakal kesulitan mencari tenaga kerja."Saya sendiri belum membaca keputusan MK soal penghapusan aturan
outsourcing. Tetapi, kalaupun sistem tersebut dihapus, tidak masalah
bagi pengusaha," kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Jateng Agung Wahono.Dia mengakui, selama ini sebagian pengusaha memang memperoleh tenaga
kerja dari perusahaan jasa outsourcing. Namun, dengan terbitnya
keputusan MK, maka pengusaha harus mencari jalan lain guna mencukupi
kebutuhan tenaga kerja. Salah satunya bisa langsung dengan
penandatanganan kontrak dengan pekerja. Dan, berapa lama masa kontrak,
semua bergantung dari kualitas tenaga kerja.
Sebelumnya, MK memutuskan aturan untuk pekerja kontrak dan outsourcing
dalam UU Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau
bersyarat. Aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang
dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan
perlindungan hak-hak bagi pekerja yang objek kerjanya tetap ada.
(Andrian/Pudyo S)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar